Kepulauan Kaya Berpenduduk Miskin

Jakarta, MS-Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menghasilkan pula minyak dan gas senilai Rp1,92 triliun setiap tahun. Ini angka riil selain pendapatan dari pajak maupun nonmigas lain. Setidaknya di Jakarta, tepatnya Kepulauan Seribu, dihasilkan 2,87 juta barel mi-nyak mentah pada 2010. Nilai kotor dari produksi minyak itu adalah AS$218,07 juta, setara dengan Rp1,92 triliun dengan nilai tukar Rp8.000 per dolar AS.
Rujak Center for Urban Stu-dies menguraikan, dari hasil penelitian sejak Februari 2011 diketahui sepanjang Desember 2009 hingga September 2010 diketahui pro-duksi minyak mentah itu dihasilkan oleh dua peru-sahaan di Pulau Pabelokan. PT China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) menghisap 2,8 juta barel minyak mentah senilai AS-$212 juta dan 13,6 ribu barel gas senilai AS$36,6 juta.
Lapangan minyak lain dioperasikan PT Pertamina Hulu Energi yang mempro-duksi 73,9 ribu barel. Pro-duksi itu senilai dengan AS-$5,96 juta. “Jika ditotal, nilai produksi migas di Pulau Pabelokan mencapai AS-$254,7 juta,” kata Dian Tri Irawaty dari RCfUS.
Meski terbilang kaya karena hasil migas, namun kondisi Kepulauan Seribu hingga kini tak mencerminkan sebagai daerah yang memiliki pendapatan besar. Hasil penelitian menunjukkan, standar pelayanan umum di kepulauan itu layak disebut buruk.
Warga kepulauan, Gozali pada saat sama mengutarakan, “Kami hidup dalam keterbatasan. Baik pelayanan pendidikan, keseha-tan, transportasi maupun ke-tersediaan listrik.”
Hasil penelitian menunjukkan, 19.587 jiwa penduduk kepulauan harus membayar kebutuhan hidup lebih besar ketimbang Jakarta. Hal itu terjadi karena setiap ba-rang yang dibutuhkan dikenakan tambahan biaya transportasi. Bahkan, harga bahan bakar juga lebih tinggi, meski di kawasan tersebut menghasilkan migas.
“Sehingga biaya transportasi juga tinggi untuk mendarat di Jakarta yaitu Marina, Muara Angke, dan Rawa Saban, serta Kronjo di Tangerang,” ungkap Gozali. Sekalipun anggkutan warga ke Jakarta dengan Kapal Kerapu disubsidi, kapasitas yang minim yaitu maksimal 25 pe-numpang untuk perjalanan dua jam dari Jakarta ke pulau, tentu tak mencukupi bagi penduduk di kawasan tersebut yang mencapai 19.587 jiwa.
Akses terhadap energi juga memprihatinkan. Pasalnya, di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, penerangan hanya 10 jam per hari. “Memang Pemda DKI berjanji ada pemasangan kabel bawah laut dan bebas pemadaman rutin pada akhir 2011,” tukas Dian.
Apalagi, lanjut Dian, sarana pendidikan dan kesehatan. Hasil penelitian RCfUS ditemukan, hanya ada satu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Kejuruan Tingkat Atas bagi seluruh pelajar di kepulauan. Lalu, hanya satu rumah sakit umum daerah dengan satu dokter umum dan satu dokter gigi. “Penduduk jarang mengakses rumah sakit itu tapi lebih memilih berobat ke Jakarta,” sebut Gozali.
Setidaknya, Jakarta mengirim 90 ton sampah ke kepulauan setiap hari. Keadaan ini diper-parah dengan minimnya inisiatif Pemda Kepulauan Seribu untuk mengurai masalah dan mencari solusi. “Hasil penelitian sudah disampaikan pada pemerintah, tapi belum ada tanggapan serius,” lanjut Dian.
Kondisi seperti itu berbeda dengan besarnya kontribusi Kepulauan Seribu bagi penda-patan Jakarta. Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta melansir, total belanja DKI Jakarta pada 2010 mencapai Rp26,23 triliun. Jumlah itu dialokasikan untuk belanja pembangunan sebesar Rp17,55 triliun. “Kepu-lauan Seribu hanya Rp170 miliar,” tukasnya.
Sebagai penghasil migas, sejatinya ada bagian dana bagi hasil migas sesuai UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang diterima Kepulauan Seribu. Menurut aturan yang mem-perbarui UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, daerah men-dapatkan bagi hasil migas setelah dikurangi pajak dan pungutan lain.
DBH migas diatur 15 persen dengan pembagian, enam persen untuk kabupaten atau kota penghasil, lalu enam persen lagi dibagi rata untuk kabupaten atau kota lainnya di provinsi tersebut. Sedangkan provinsi mendapat tiga persen. “Karena DKI Jakarta tak memiliki pemerintah otonomi, Kepulauan Seribu tak diberikan enam persen,” terang Dian.
Menurut Dian, DKI Jakarta diperkirakan mendapat DBH minyak bumi sebesar Rp101,66 miliar dan tambahan anggaran pendidikan sebesar 0,5 persen dari pendapatan migas sebesar Rp3,36 miliar. Gas bumi mem-berikan kontribusi bagi hasil Rp10.67 miliar dan tambahan anggaran pendidikan Rp177,9 juta. Sehingga, total dana bagi hasil DKI pada 2010 diperkirakan Rp115,9 miliar.timMS

INDEKS BERITA