Tanah Bumbu, MS-Di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) Kalimantan Selatan (Kalsel) banyak terjadi pembiaran terhadap kasus Korupsi. Mereka semena-mena melakukan pelanggaran hukum sementara pelakunya tidak pernah tersentuh hukum. Untuk itu Kepala Kejaksaan Negeri Tanbu, Syarif Sudirman SH, bertekad akan memberantas semua pelanggaran hukum di Tanbu.
“Sejak awal saya dilantik jadi Kajari disini, 3 (tiga ) bulan yang lalu saya sempat bilang didepan Muspida waktu itu, kalau memang Kabupaten Tanbu ini bebas korupsi saya akan laporkan ke Jaksa Agung sehingga saya bisa mendapatkan penghargaan dari Jaksa Agung R I, tapi sebaliknya kalau memang banyak korupsi ditanbu ini, jangan coba-coba ditutupi,” tegas Syarif.Kajari menambahkan, pihaknya mencoba menerapkan Supremasi Hukum, karena saya melihat di Kabupaten Tanbu ini banyak terjadi pembiaran terhadap pelanggaran hukum. “Salah satu contoh, SK Menteri Kehutanan No 435 tahun 1999 menyebutkan, bagi seluruh kawasan hutan tidak boleh ada aktifitas pertambangan maupun HGU. Sepanjang memang tidak ada ijin pinjam pakai dari Menteri kehutanan. Kecuali kalau sudah ada ijin tersebut maka boleh melakukan aktifitas pertambangan diareal tersebut. Demikian pula dengan instansi yang berwenang mengeluarkan ijin pertambangan, mereka harus berpegang pada aturan tersebut,” jelasnya lagi
Syarif mengaku, pihaknya mendapat data, 27 perusahaan pertambangan yang berada dikawasan hutan, 6 HGU yang berada dikawasan hutan. HGUnya diterbitkan antara tahun 2000 sampai tahun 2008. Sedangkan SK Menteri yang menyebutkan Kehutanan sebagai kawasan hutan pada tahun 1999. Setelah ditetapkan menjadi kawasan hutan maka mereka harus ada ijin pinjam pakai dari menteri kehutanan, Kalau tidak ada ijin pinjam pakai berarti itu illegal,” imbuhnya.
Selanjutnya menurut Kajari pelanggaran hukum yang sengaja dilakukan pembiaran yakni Sumbangan Pihak Ke 3 (SP3). SP3 ini kata Kajari Pemerintah Daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pungutan selain royalti yang harus disetorkan ke pemerintah pusat. Disebutkannya, Di Tanbu meski tanpa payung hukum SP3 tetap berjalan dan dipungut oleh Pemerintah daerah. “Ini tanpa payung hukum lho. Dan akan kita telusuri dan melakukan penyidikan,” tegasnya.
Kajari menjelaskan, berdasarkan data dari pemerintah Pusat bahwa daerah telah menerima Royalti Rp 358.524.850.484.- ini mulai tahun 2003. Sementara dana SP3 Pemerintah daerah menerima Rp 345.031.878.390.- ini sejak tahun 2003 sampai 2010 dan sampai sekarang ini masih berjalan dengan dalih dana hibah, SP3.
“Apa dasar hukumnya? apa itu namanya tidak korupsi? Nach ini yang akan kita telusuri. Kalau sudah kita telusuri baru kita akan melihat siapa-siapa yang bertanggung jawab terhadap dipungutnya SP3 ini. Pokoknya semua kita sikat habis,” beber Syarif.
Saat ini permasalahan itu masih dalam tahap penyelidikan. Ia juga berjanji dalam waktu dua bulan kedepan sudah ada kesimpulan.
“Saat ini sudah ada yang kami panggil, dan kami sudah mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan, kalau kita tidak panggil dari mana kami dapat bahan-bahan ini,” sebutnya
Dijelaskannya, untuk permasalahan tambang ada Instansi teknis yang menanganinya. Setelah lolos dari Instansi teknis, Bupati segera mengeluarkan ijin.
Kajari berharap mudah-mudahan dia tidak sendirian untuk menegakkan supremasi hukum.
“Disisa umur saya yang sudah tua ini, saya bertekad untuk menegakkan supremasi hukum di Tanbu. Biarpun langit runtuh saya tidak perduli supremasi hukum harus tetap ditegakkan”, tandasnya. (ridwan)