Jakarta-Aksi pencurian ikan secara melawan hukum di perairan Indonesia terus terjadi. Modus yang dipakai pelaku pun semakin canggih. Pelaku bukan hanya berusaha menghindari aparat, tetapi juga menyiasati dokumen seolah-olah penangkapan ikan sah.
Salah satu modus yang tercium oleh polisi adalah memindahkan ikan hasil tangkapan di tengah laut ke kapal lain, sehingga tidak melaporkan seluruh hasil tangkapan ke pejabat berwenang. Bisa juga menyembunyikan hasil tangkapan sehingga lolos dari pantauan aparat. Dalam dunia perikanan, kejahatan tidak melaporkan hasil tangkapan dengan tujuan menghindari kewajiban tertentu biasa disebut unreported fishing. Ada juga illegal bunkering, dengan tujuan menyimpan ikan agar lolos dari pantauan.
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri diketahui sedang menangani perkara unreported fishing yang melibatkan perusahaan dengan aparat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Saud Usman Nasution, membenarkan polisi telah menahan seseorang berinisial W, direktur di dua perusahaan penangkapan ikan. A dan S, dua pegawai Dinas Kelautan Perikanan sudah ditetapkan sebagai tersangka atas peran mereka untuk mengecek fisik dokumen izin yang dipakai.
Modus yang dilakukan pelaku, jelas Saud, sudah tercium polisi. Ada kapal menangkap ikan menggunakan surat yang tidak sah. “Atau sepuluh kapal menggunakan satu surat kapal atau tidak terdaftar secara resmi di kantor kelautan dan perikanan,”ujarnya.Polisi masih mengejar orang lain yang diduga terlibat pencurian ikan di Bitung, Papua, dan Maluku. “Satu lagi masih DPO, masih dalam pengejaran kita,” sambung jenderal bintang dua itu.
Dijelaskan Saud, dua perusahaan W, sebenarnya punya Surat Izin Usaha Perdagangan. Dua kapal disita polisi air, dan kini ditahan di pelabuhan Polairud Bitung, Sulawesi Utara. Belasan kapal milik perusahaan sedang berlayar, sehingga polisi belum melakukan penyitaan. Kapal-kapal ini ditengarai polisi menggunakan dokumen tidak sah karena izin yang dipakai adalah untuk kapal lain. “Artinya,menyalahgunakan surat-surat kapal,” imbuhnya.
Jenderal polisi bintang dua itu menilai dampak dari perbuatan ilegal itu, makin banyaknya kapal asing yang memasuki perairan Indonesia untuk menangkap ikan. Hal itu tetu saja mengurangi pendapatan negara. Soalnya hasil kekayaan alam perairan Indonesia dicuri kapal asing penangkap ikan. “Mereka memalsukan dokumen-dokumen yang sudah ada. Jadi,kapal asing berkedok kapal Indonesia. Kadang-kadang mereka juga pinjam nama,” ujarnya.
Perbuatan pelaku, jelas Saud, merugikan negara, termasuk dari sektor penerimaan pajak. “Karena investor asing yang resmi harus membayar kewajiban yang harus dipenuhi. Tapi kalau dokumennya palsu berarti banyak kewajiban yang tidak terpenuhi, berakibat kerugian negara”.
Upaya polisi dan penegak hukum lain menjerat pelaku pelanggaran Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 –diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009-- tentang Perikanan tidak gampang. Merujuk pada sejumlah putusan Mahkamah Agung tampak bahwa pelaku acapkali divonis ringan, bahkan beberapa terdakwa bebas. Salah satunya adalah putusan PK atas terdakwa Johan Imago alias Goan Kabir (putusan No. 69 PK/Pid.Sus/2010). Direktur sebuah perseroan terbatas ini lolos di semua tingkat peradilan. Upaya jaksa menjerat Johan menggunakan pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Perikanan, melakukan dan atau menyuruh pekerjanya mengambil belasan bongkahan karang sehingga merusak lingkungan perairan, kandas.
Ini bukan satu-satunya vonis bebas terhadap terdakwa yang diduga melanggar UU Perikanan, baik karena tak memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai izin, maupun karena penangkapan ikan menggunakan bahan kimia berbahaya. Dan, kini, polisi menyelidiki kasus lain berupa unreported fishing.hko