PU Harus Terapkan Kembali Kelas Jalan

Sadarestuwati
Dalam pandangan Sadarestuwati, anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  yang membidangi soal infrastruktur jalan itu, kebijakan tersebut penting diberlakukan. Sebab dari ha-sil kunjungan ke daerah, banyak jalan rusak yang diakibatkan kelebihan tonase. Lalu lalangnya truk-truk pengangkut material di beberapa daerah juga men-jadi penyebab lainnya.
Politisi perempuan Partai Demokrasi Indonesia Per-juangan (PDIP) dari Dapil jawa Timur VIII itu juga menilai lemahnya kinerja Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DL-LAJ) yang meloloskan kendaraan yang melebihi tonase tersebut. Akibatnya, jalan-jalan daerah baik di provinsi maupun kabupaten cepat rusak.

Keterbatasan anggaran daerah untuk pemeliharaan jalan juga menjadi kendala lain rusaknya jalan-jalan di beberapa daerah di Indonesia. Pemerintah dinilai sudah tepat menggelontorkan alo-kasi dana terbesar untuk infrastruktur jalan tersebut. Namun demikian, harus dibarengi dengan mening-katnya pengawasan baik dari pemerintah maupun dewan.
 
Lantas prioritas apa lagi yang harus dilakukan Ke-men PU terkait pemba-ngunan infrastruktur? Apa saja hambatannya? Perem-puan kelahiran Jombang, Jawa Timur 26 Juli 1970 itu mengurai jawabannya dalam suatu wawancara dengan Metro Surya, belum lama ini. Berikut petikannya.
Kementerian Peker-jaan Umum (PU) mendapat DIPA terbesar pada Tahun Ang-garan 2011, komentar anda?

Saya kira hal yang wajar, karena Kemen PU juga memiliki tanggung jawab besar dalam pengadaan infrastruktur jalan maupun pemeliharaan jalan-jalan nasional yang tersebar di beberapa daerah, dimana sebagian besarnya telah mengalami kerusakan.

Mana yang menjadi pri-oritas, pembangunan jalan baru atau pemeliharaan jalan?

Sebagian besarnya un-tuk perbaikan jalan. Karena memang sudah hampir rata jalan-jalan di Indonesia butuh perbaikan dan perawatan.

Bagaimana implemen-tasinya di era otonomi dae-rah ini?
Memang kalau ada kerusakan jalan nasional, daerah tidak mau cawe-cawe. Karena daerah sendiri terbebani pembangunan dan pemeliharan jalan di wila-yahnya sendiri. Itu pun se-ringkali tidak memadai, sehingga daerah bebannya terlalu berat dalam mela-kukan pemeliharaan jalan. Apalagi kalau daerah harus membangun jalan baru, itu sangat kecil kemungki-nannya. Kecuali daerah mempunyai APBD yang cukup besar.
 
Tetapi rata-rata APBD-nya kecil. Apalagi dengan diterapkannya UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga pemda kebebanan untuk melakukan peme-liharaan jalan. Karena jalan kabupaten menjadi tang-gung jawab kabupaten, jalan provinsi menjadi tanggung jawab provinsi. Begitu juga jalan nasional menjadi tanggung jawab nasional.

Seberapa persen tingkat kerusakan jalan di Indonesia itu?
Bisa dikatakan hampir rata, khususnya untuk jalan rusak. Persentasenya men-capai 70 persen. Tetapi kalau rusak berat sekitar 40-50 persen. Itu terjadi di mana-mana seperti Jalan Pantura, jalan-jalan di Jawa Timur bahkan di Sulawesi tenggara pada saat kunjungan kami ke sana, yang namanya jalan nasional sudah hancur total. Selain itu, apalagi yang akan diprioritaskan?

Penyelesaian pemba-ngunan jalan tol. Ini sudah harus secepatnya. Karena penyelesaian jalan tol sudah menjadi program kerja bertahun-tahun tetapi terlalu banyak kendala di dalam pelaksanaannya.

Hambatan mendasarnya apa?
Rata-rata pada pembe-basan lahan  yang sampai sekarang belum terselesaikan.

Bagaimana dengan pem-bangunan jalan trans Sula-wesi, Kalimantan, apakah juga masuk dalam prioritas?

Iya sudah termasuk pem-bangunan jalan lintas Kali-mantan dan Sulawesi. Wak-tu kami mengadakan penin-jauan ke trans Kalimantan, Komisi V DPR telah memin-ta Kementerian PU untuk menyelesaikan pembangu-nan trans Kalimantan yang masih tersisa empat kilometer lagi.

Penyebabnya karena kualitas jalan yang buruk atau apa?

Ini merupakan salah satu risiko dari penerapan Kep-pres 80  tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Beberapa pemerintah daerah tidak berani mene-rapkan secara utuh.
Misalnya terkait penen-tuan pemenang tender, kan tidak seharusnya meme-nangkan peserta tender dengan penawaran terendah. Pasalnya, dalam pene-rapannya mereka lebih mementingkan keuntungan daripada kualitas penger-jaannya. Akibatnya ada penurunan kualitas pem-bangunan atau perbaikan jalan.
Di samping itu juga per-soalan terkait kelebihan beban muatan (tonase). Penyebab lainnya, tidak diterapkannya aturan tentang kelas jalan. Misalnya jalan kelas III, tidak boleh dilewati kendaraan yang muatannya melebihi 8 ton.
Sekarang hampir kenda-raan berat boleh melewati jalan-jalan kabupaten. Be-lum lagi truk-truk material yang lalu lalang di jalan-jalan kabupaten tersebut. Ini harus segera diambil satu kebi-jakan yang jelas, agar kua-litas jalan yang dibuat tetap bagus dan  tahan lama. Karena itu menurut saya, penerapan kelas jalan, men-jadi sesuatu yang penting. Kalau dibiarkan seperti sekarang kita hanya mimpi saja untuk menda-patkan infrastruktur yang baik.

Jika demikian, apa yang anda harapkan dari Kementerian PU?
Saya minta di Kemen-terian PU betul-betul mela-kukan pengawasan yang ketat, baik dalam pemba-ngunan jalan baru maupun dalam pelaksanaan perba-ikan jalan. Kalau tidak, maka ang-garan yang begitu besar akan sia-sia, tidak jelas juntrungnya. Hal ini memer-lukan koordinasi bukan hanya di daerah tetapi juga dengan  pemerintah pusat.**

INDEKS BERITA