Surabaya-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim mengaku telah siap menetapkan tersangka dari pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk bersubsidi di PTPN XII. "Kita tunggu saja nanti hasil pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi ini.
Pasti ada tersangka dari pihak PTPN XII,” ujar Muljono, Kasi Penkum Kejati Jatim, saat dikonfirmasi, Selasa (7/3/2012).
Sebelumnya, Kejati sudah menetapkan tersangka dari pihak pemenang lelang inisial MS dalam kasus dugaan korupsi lelang pupuk sebesar Rp 23 miliar ini.
Namun sayangnya, Muljono enggan membeberkan siapa nama tersangka dari pihak PTPN XII itu. Bahkan, ia juga enggan menyebutkan inisial orang yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk itu .
Ia menjelaskan, dalam lelang pasti dilakukan oleh dua pihak yaitu perusahaan yang mengikuti lelang dan yang mengadakan lelang. “Jadi tidak mungkin kalau hanya satu pihak saja yang terlibat kasus ini,” paparnya.
Muljono juga mengungkapkan, pekan depan pihaknya akan melakukan pemanggilan kepada pihak PTPN XII. “Pemanggilan itu kami lakukan agar pihak PTPN XII yang kami panggil bisa kami lakukan pemeriksaan terkait kasus korupsi ini,” jelasnya.
Perlu diketahui, sebelumnya Kejati Jatim mengumumkan telah melakukan penyidikan dugaan korupsi di lingkungan PTPN XII. Saat itu Muljono mengungkapkan pihaknya telah menemukan dugaan korupsi terkait pelelangan pengadaan pupuk.
Mulyono juga menerangkan, satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menelan uang negara sebesar Rp 17 miliar itu. Tersangka itu adalah MS (inisial, red) yang merupakan direktur CV. SUS (inisial, red).
Kasus ini, ungkap Mulyono, bermula dari diadakannya proyek pengadaan pupuk Urea di PTPN XII pada pertengahan 2011 lalu. Nilai proyek sebesar Rp 23 miliar. Pemenang lelang proyek tersebut adalah CV SUS. Sesuai kontrak, pupuk yang seharusnya direalisasikan adalah pupuk nonsubsidi. Tetap setelah dilakukan penyidikan, ternyata pupuk pupuknya bersubsidi.
Diduga terjadi korupsi karena harga pupuk bersubsidi yang direalisasikan rekanan berbeda jauh dibanding harga pupuk nonsubsidi sebagaimana diminta. Dari anggaran Rp 23 miliar, hanya Rp 5 miliar yang terserap. Berdasarkan itu, penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim lantas menyimpulkan telah terjadi korupsi sebesar Rp 17 miliar.
Kejati Jatim sendiri mengaku telah menyita uang sebesar Rp 17 miliar yang merupakan kerugian negara dalam kasus ini. Uang tersebut disita dari rekening PTPN XII yang tersimpang di rekening Bank Mandiri. [BJ/uci/but]
Pasti ada tersangka dari pihak PTPN XII,” ujar Muljono, Kasi Penkum Kejati Jatim, saat dikonfirmasi, Selasa (7/3/2012).
Sebelumnya, Kejati sudah menetapkan tersangka dari pihak pemenang lelang inisial MS dalam kasus dugaan korupsi lelang pupuk sebesar Rp 23 miliar ini.
Namun sayangnya, Muljono enggan membeberkan siapa nama tersangka dari pihak PTPN XII itu. Bahkan, ia juga enggan menyebutkan inisial orang yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk itu .
Ia menjelaskan, dalam lelang pasti dilakukan oleh dua pihak yaitu perusahaan yang mengikuti lelang dan yang mengadakan lelang. “Jadi tidak mungkin kalau hanya satu pihak saja yang terlibat kasus ini,” paparnya.
Muljono juga mengungkapkan, pekan depan pihaknya akan melakukan pemanggilan kepada pihak PTPN XII. “Pemanggilan itu kami lakukan agar pihak PTPN XII yang kami panggil bisa kami lakukan pemeriksaan terkait kasus korupsi ini,” jelasnya.
Perlu diketahui, sebelumnya Kejati Jatim mengumumkan telah melakukan penyidikan dugaan korupsi di lingkungan PTPN XII. Saat itu Muljono mengungkapkan pihaknya telah menemukan dugaan korupsi terkait pelelangan pengadaan pupuk.
Mulyono juga menerangkan, satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menelan uang negara sebesar Rp 17 miliar itu. Tersangka itu adalah MS (inisial, red) yang merupakan direktur CV. SUS (inisial, red).
Kasus ini, ungkap Mulyono, bermula dari diadakannya proyek pengadaan pupuk Urea di PTPN XII pada pertengahan 2011 lalu. Nilai proyek sebesar Rp 23 miliar. Pemenang lelang proyek tersebut adalah CV SUS. Sesuai kontrak, pupuk yang seharusnya direalisasikan adalah pupuk nonsubsidi. Tetap setelah dilakukan penyidikan, ternyata pupuk pupuknya bersubsidi.
Diduga terjadi korupsi karena harga pupuk bersubsidi yang direalisasikan rekanan berbeda jauh dibanding harga pupuk nonsubsidi sebagaimana diminta. Dari anggaran Rp 23 miliar, hanya Rp 5 miliar yang terserap. Berdasarkan itu, penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim lantas menyimpulkan telah terjadi korupsi sebesar Rp 17 miliar.
Kejati Jatim sendiri mengaku telah menyita uang sebesar Rp 17 miliar yang merupakan kerugian negara dalam kasus ini. Uang tersebut disita dari rekening PTPN XII yang tersimpang di rekening Bank Mandiri. [BJ/uci/but]
