Segera Evaluasi Dana Parpol

Bukan rahasia lagi kalau keberadaan partai politik saat ini bukan hanya sekedar mesin politik dalam de-mokrasi. Parpol telah mem-perluas fungsinya hingga menjadi mesin uang paling potensial bagi elit politik di negeri ini. Kasus mantan Bendahara Partai Demokrat yang diduga memiliki peran besar dalam mengendalikan mesin uang Partai Demo-krat, menjadi contoh yang sederhana tentang gamba-ran mesin uang dijalankan.
Sebab Peran dan kon-tribusi Nazaruddin  terlalu strategis dan besar untuk bisa dicopot begitu saja. Sekretaris Dewan Kehor-matan Partai Demokrat Amir Syamsuddin sendiri meng-ungkapkan bahwa dalam setahun ini Nazaruddin berkontribusi Rp 13 miliar ke partai. Ini mungkin angka resmi. Bisa dipastikan yang tidak resmi jauh melampaui, mengingat santer pula di-beritakan bahwa dia juga membiayai perjalanan dinas partai untuk ketua umum Anas Urbaningrum dan sek-jen Edi Baskoro.
Pertanyaan yang muncul adalah, dari mana asal semua uang itu? Hampir pasti berasal dari proyek-proyek APBN dari Sabang sampai Merauke yang di-mainkan sang mantan ben-dahara umum dengan ja-ringannya. Apakah partai tidak tahu? Agak mustahil bila  partai tidak tahu bahkan tidak tertutup kemungkinan ikut memberi restu dan mendukung penuh.
Bisa dikatakan, karena peran dan kontribusi meng-galang dana untuk parpol seperti itulah yang membuat Nazaruddin berani me-lontarkan ancaman membu-ka kebobrokan partainya bila merasa dizalimi. Ancaman ini bukan main-main dan terlihat jelas sangat meng-getarkan internal Demokrat. SMS-nya dari Singapura -yang masih harus dibuktikan kebenarannya, memaksa sang ketua dewan pembina menggelar rapat mendadak dengan para elite partai.
Kepergiannya ke Singa-pura tak mungkin tidak di-ketahui para elite Demokrat. Para pembelanya di internal partai pasti tahu dan me-restui kepergiannya. Tidak tertutup  kemungkinan ke-pergian tersebut juga seba-gai strategi agar Nazaruddin tidak menyeret teman-te-mannya yang lain. Dari sana dia bebas melakukan se-rangan balasan terhadap lawan-lawan politiknya, internal maupun eksternal. Na-mun bisa jadi pula serangan itu hanya asal-asalan kepada orang-orang yang sebenar-nya tak punya salah, seka-dar untuk mengalihkan per-hatian aparat hukum dari para  pendosa yang sesung-guhnya.
Untuk itulah sebagai par-tai terbesar, Demokrat dan SBY juga harus menjadi pelopor untuk membeberkan secara transparan sumber pendanaan mereka selama ini. Demokrat dan SBY ha-rus menjadi contoh bagi partai lainnya soal trans-paransi pendanaan parpol yang selama ini terabaikan. Praktek ala Nazaruddin sudah menjadi sebuah ke-laziman di tubuh parpol di Indonesia.
Berbagai kalangan ber-harap kasus Nazaruddin harus menjadi momentum untuk mengevaluasi sumber dana parpol. UU parpol baru hasil revisi UU Parpol No 2 Tahun 2008 patut dibedah ulang karena masih membe-rikan ruang yang luas bagi parpol untuk menyembunyi-kan asal muasal dana po-litiknya. PPATK patut diberi ruang dan diinjeksi indepen-densinya agar bisa meng-ungkapkan aliran dana par-pol.
Tentu saja Demokrat dan SBY harus memainkan peran aktif agar ada pe-rubahan aturan yang mem-buat pendanaan parpol transparan dan akuntabel. Audit dana parpol harus diterapkan secara tegas. Dengan dukungan koalisi yang menguasai lebih dari 75 persen kursi di DPR, SBY selaku kepala pemerintahan pasti mampu melakukan-nya. Tanpa ada perubahan yang fundamental ini jangan harap korupsi bisa die-liminasi dari negeri ini.
Bagaimana Indonesia bisa bebas korupsi, kalau parpol yang menguasai eksekutif dan legislatif justru hidup dari hasil korupsi?***

INDEKS BERITA