Bersama Mengawasi Dana Parpol

Di tengah persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, sikap pandang partai politik (parpol) atas kewajiban transparansi keuangan partai berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran dana ternyata “tidak positif”. Sebagian besar parpol masih enggan membuka laporan keuangannya kepada masyarakat.
Demikian seperti diungkapkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, kepada Metro Surya belum lama ini.
“Padahal, kewajiban tersebut telah diamanatkan oleh UU No 2 Tahun 2008 tentang Parpol di mana pada Pasal 37 diatur tentang kewajiban parpol untuk menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai, setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.
Pasal 38 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan (audit) tersebut terbuka untuk diketahui oleh masyarakat.
Kita tidak tahu mengapa mereka tidak berani terbuka pada masyarakat atas penggunaan dana yang diterima oleh partai?” Tanyanya.
Padahal, lanjut Ganarsih, masyarakat ingin mengetahui siapa penyandang dana dan dari sumber apa dana itu berasal.
Jangan sampai, misalnya, dana itu berasal dari hasil kejahatan, apalagi dari korupsi yang begitu marak di Indonesia. Apabila kas partai menjadi tempat tujuan aliran dana hasil kejahatan, maka praktis parpol menjadi tempat pencucian uang.
“Dana yang dihimpun oleh parpol, terlebih dalam penggunaannya untuk pemenangan pemilu, harus dicermati dan diyakini bukan berasal dari hasil kejahatan, bukan diberikan oleh seorang pelaku kejahatan ekonomi. Karena itu, seharusnya transparansi juga menekankan pada mekanisme bagaimana mengetahui asal usul dana tersebut.
Parpol harus peka menangkap sinyalemen bila ada aliran dana dari para koruptor,” tambahnya.
Lebih lanjut Ganarsih mengatakan, Upaya pemberantasan korupsi akan menghadapi sandungan terbesar ketika menghadapi para koruptor yang menguasai suatu parpol, karena mereka telah menyumbangkan dananya.
Selanjutnya bahaya yang lebih besar lagi ketika parpol yang pendanaannya telah tercemari oleh uang koruptor tadi justru menjadi pemenang pemilu.
Atau, jika kader parpol tersebut menduduki jabatan yang strategis dalam pemerintahan yang terbentuk dari hasil pemilu.
Bila demikian halnya, maka jangan harap upaya pemberantasan korupsi bisa berhasil.
Sebab, mana mungkin pemerintahan yang berhutang budi kepada koruptor akan mampu memberantas korupsi.
Bisa terjadi pemerintah tidak akan bisa melakukan kontrol terhadap koruptor, atau bahkan dapat dikendalikan oleh para penjahat (koruptor).
“Penting juga diwaspadai masuknya dana dari pihak asing, karena hal ini akan berdampak pada terganggunya kepentingan nasional. Integritas sistem politik nasional akan terganggu karena ada campur tangan pihak asing dalam penentuan keputusan/ prioritas politik nasional. Akhirnya, transparansi pendanaan partai politik jangan hanya difokuskan pada bagaimana pengelolaannya saja, tetapi juga dari sumber apa dana yang mengalir ke parpol itu berasal,” jelasnya.
Semoga kita bisa berpesta demokrasi tanpa melibatkan dana-dana haram yang akan mencederai pesta tersebut. ***

INDEKS BERITA