MARAKNYA kasus ko-rupsi yang melibatkan kader-kader partai politik dewasa ini membuka kedok betapa karut-marutnya sumber pen-danaan partai selama ini. Basis pendanaan yang tidak kuat akhirnya menjadikan negara sebagai ‘jajahan’ ba-gi pemenuhan kuangan par-pol. Pengamat politik dan dosen pascasarjana ilmu politik UGM, Sigit Pamung-kas,
mengatakan bahwa fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini adalah ben-tuk penjajahan negara oleh partai politik.“Fenomena korupsi yang diindikasikan dan melibatkan partai adalah fenomena kolonialisasi partai dalam negara,” jelas Sigit. Kacau-nya masalah pendanaan parpol mencuat ke permu-kaan hari-hari belakangan ini menyusul adanya indikasi aliran ‘dana gelap’ dari dugaan tindak pidana korupsi dan permainan proyek yang melibatkan kader-kader parpol selama ini.
Kasus teranyar adalah terseretnya nama Benda-hara Umum Partai Demokrat dalam pusaran kasus du-gaan suap Sesmenpora Wafid Muharam terkait pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang.
Menurut Sigit, terjadinya kolonialisasi partai terhadap negara adalah bencana dalam demokrasi. “Koloniali-sasi ini terbentuk karena sumber finansial partai terbatas sementara pembi-ayaan partai hampir tanpa batas,” sebutnya.
Untuk mengatasi masa-lah itu, kata Sigit, partai harus mengubah sistem pembiayaan partai.”Partai pun harus mengubah metode kampanye partai yang serba membutuhkan uang,” kata Sigit.
Pengamat politik, Yunar-to Wijaya, juga berpanda-ngan sama dengan Si-git.”Pembiayaan partai po-litik menjadi politik rente, sehingga membuka ruang gerak bagi anggota untuk mencari dana informal,” jelas Yunarto. Yunarto juga menilai transparansi pendanaan partai politik di Indonesia belum berjalan baik.
“Sistem politik yang mengandalkan kampanye dan money politic me-nyebabkan dana parpol tidak cukup, sehingga memberi peluang bagi partai untuk mencari sumber dana la-innya,” kata Yunarto.timMS