Tanah Bumbu MS-Hukum memang kerap tak memihak rakyat kecil. Mereka selalu menelan pil pahit dalam sebuah perjuangan
yang justru menjadi santapan konspirasi kejam bertopengkan keadilan. Demiki-an juga kondisi yang terjadi dalam sengketa tanah antara warga Kabupaten Tanah Bumbu dan PT. TIA (Tunas Inti Abadi). Warga merasa kesal karena perusahaan yang mereka ha-rapkan bersikap jujur dan peduli ternyata justru sebaliknya.
Adalah H.M. Adi Yusuf dan Syamsudin Laya, yang belum lama ini di tangkap aparat ke-polisian hanya karena mema-sang patok dilahan yang mereka akui sebagai miliknya. yang justru menjadi santapan konspirasi kejam bertopengkan keadilan. Demiki-an juga kondisi yang terjadi dalam sengketa tanah antara warga Kabupaten Tanah Bumbu dan PT. TIA (Tunas Inti Abadi). Warga merasa kesal karena perusahaan yang mereka ha-rapkan bersikap jujur dan peduli ternyata justru sebaliknya.
Banyak kalangan menilai, sikap aparat kepolisian tersebut sangat berlebihan dan justru menimbulkan preseden buruk terhadap citra aparat penegak hukum di tengah masyarakat. “Mestinya polisi pro rakyat, bukannya malah pro pengusaha. PT TIA seharusnya menyele-saikan dulu persoalan pemba-yaran Fee-nya, jangan asal main serobot saja. Ini lahan milik warga dan mereka memasang patok di lahannya sendiri kok malah ditangkap.
Seperti di ketahui se-belumnya, tanggal 24 Juli 2009 PT.TIA ingin memam-faatkan lahan milik HM. Adi Yusuf yang luasnya 50 Ha untuk dijadikan lahan pertambangan Batubara. Maka dilakukanlah Perjan-jian Kontrak Kerja sama antara PT. TIA dan pihak HM. Adi Yusuf. Saat itu sebagai bukti kesungguhan, PT. TIA memberikan kompensasi Fee lahan sebesar Rp 6 ribu/Metric Ton (MT).
Diawal perjanjian PT. Tia memberikan Down payment (DP) atau uang muka sebesar 50 ribu. MT dika-likan Rp 6 ribu dengan nilai total Rp 300 juta. Sehingga HM. Adi Yusuf percaya dan menyerahkan semua bukti kepemilikan tanah berupa segel asli ke PT. TIA. Na-mun ternyata selang beb-erapa waktu PT. TIA tidak pernah lagi memberikan Fee lahan yang dijanjikan tersebut kepada HM. Adi Yusuf. “Kami merasa dibo-hongi dan didzolimi oleh PT. TIA. Fee lahan yang mereka janjikan sesuai perjanjian kontrak kerja sama tidak pernah lagi diberikan, sampai sekarang. Dan pada 24 Juli 2011 sudah 2 tahun PT. TIA membodohi dan mendzolimi kami. Makanya kami selalu demo dan demo hanya karena ingin menuntut hak. Kalau bukan karena lahan kami yang ditambang oleh PT. TIA buat apa kami lakukan demo sampai kami masuk pen-jara.” ungkap yusuf.
Segel yang dimilikinya, lanjut HM. Adi Yusuf, tahun 2004, sementara Keputusan Menteri kehutanan tentang kawasan hutan terbit pada tahun 2009, Jadi pihak-nyalah yang lebih berhak atas tanah tersebut.
Sementara itu, terkait pemasangan Patok di lahan itu oleh Syamsudin Laya bin Mursaha sebenarnya atas saran dan pendapat Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming.
Saat pemasangan patok juga dihadiri perwakilan Polres Tanbu, Legal atau kuasa hukum PT. TIA. “Ya pak waktu kami memasang patok kan ada juga kuasa hukum PT.TIA dan Polisi, mengapa hanya karena itu kami harus dipenjara” kata syamsudin.
Menurut Syamsudin, ia hanya sebatas memasang patok untuk mengikuti saran Bupati Tanbu. “Kami tidak melakukan pengrusakan hutan, juga tidak melakukan penahanan terhadap armada PT. TIA. Terbukti pekerja dari PT.TIA tetap melakukan aktivitasnya saat saya me-masang patok. Mengapa kami harus mengalami semua ini. Kami hanya ingin menuntut hak kami, dan kenapa justru kami dipenjara. Mestinya management PT. TIA lah yang harus dihukum karena PT. TIA tidak mau membayar hak kami selaku pemilik lahan yang syah,” ungkapnya.
Kuasa hukum kedua ter-dakwa H. Abdullah, SH. Dalam eksepsinya juga mengatakan, bahwa tidak benar kalau terdakwa menghalangi kegiatan aktivitas pertambangan PT. TIA.
Jika menilik kesepakatan tanggal 13 desember 2010 dalam pertemuan antara Legal External PT. TIA, masyarakat pemilik lahan, Dinas Pertambangan dan Bupati Tanbu Mardani H. maming, menghasilkan 3 poin. Diantaranya menye-butkan, kelompok pemilik lahan yang keberatan dapat mematok batas wilayah kepemilikannya dan menu-tup lokasinya dari aktifitas pertambangan PT. TIA. Dan kemudian oleh komisi III DPRD tanbu dengan surat nomor 172/002/DPRD-TB tanggal 25 Februari 2011, meminta kepada Bupati Tanbu untuk menghentikan kegiatan atau mencabut perijinan pertambangan PT. TIA.
H. Abdullah, SH. Dalam Eksepsinya juga menyebut bahwa PT. TIA menurut be-berapa sumber adalah milik mantan Jenderal Polisi. Selain itu berdasarkan pasar 3 ayat (1) UUD 1945, bumi, air dan ruang angkasa ter-masuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah dikuasai oleh Negara dan untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.
Sayangnya PT TIA tidak peduli bahwa hak atas tanah dan kekayaan alam seperti batubara, harus memper-hatikan pula kepentingan dan kesejahteraan rakyat banyak dan bukan hanya kepentingan golongan.
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Suparman, SH. dalam tanggapannya menanggapi Eksepsi Kuasa hukum terdakwa menga-takan bahwa kedua terdak-wa didakwa dengan dak-waan primair “pasal 50 (3) huruf a jo pasal 78 (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 tentang Kehu-tanan, dan Subsidair “pasal 162 Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”.
Sedangkan Kapolres Tanbu AKBP. Winarto saat dikonfirmasi tentang adanya praperadilan terhadap Polres Tanbu pada 26 Juli lalu mengatakan. Pihaknya akan siap menghadapinya. “Itu hak mereka untuk mela-kukannya, karena mereka tidak puas dengan apa yang dilaksanakan Polisi, ya silahkan saja,” kata Kapolres.
Sementara kamis 28 Juli telah dilaksanakan sidang lanjutan kasus Syamsudin Laya dan HM. Adi Yusuf. Dalam sidang tersebut Ha-kim ketua hanya mem-bacakan eksepsi kuasa hu-kum. Dan ternyata eksep-sinya ditolak. dan sidang dilanjutkan pada Kamis 4 Agustus mendatang.
Kuasa Hukum Syam-sudin Laya dan HM. Adi yusuf, H. Abdullah, SH. saat dikonfirmasi secara terpis mengatakan, putusan sela yang diputuskan hari itu belum final. Hakim nanti akan mempertimbangkan pokok perkaranya. “Wajar kami eksepsi, supaya si-dang itu akan berjalan sesuai dengan fakta yang ada. Walaupun Jaksa mendakwa dengan sebuah dakwaan UU Kehutanan, tapi itu tidak sepantasnya dengan dak-waan tersebut. Karena orang kehutanan tidak pernah mengajukan keberatan atau melaporkan bahwa ada kerusakan hutan. Yang kedua PT. TIA bukan orang yang menguasai hutan. PT. TIA Itu punya ijin menam-bang, oleh sebab itu dia berkewajiban membebaskan lahan masyarakat. Bila bersengketa diselesaikan melalui pengadilan, bukan ke polisi, itu keliru,” pungkas Abdullah.
Disinggung ancaman UU Minerba, Abdullah menga-takan, barang siapa mena-han orang yang menambang dipidana 1 tahun. Oleh sebab itu polisi tidak boleh menahan. Tapi karena Polisi ingin menahan maka dikait-kanlah UU Kehutanan, ka-rena UU kehutanan anca-mannya 5 tahun keatas. “Disinilah rekayasanya,” tandasnya.
Winda Istri terdakwa Syamsudin Laya saat bertemu suaminya, merasa sedih, gundah dan menangis. “Saya tidak tahu lagi perasaan apa yang ada didalam hati saya, yang jelas sangat sedih,” ujarnya. Winda yang sedang mengandung 5 bulan ini berharap agar suaminya bisa dibebaskan karena dia sangat yakin kalau suaminya tidak bersalah. (Imran/ridwan)