Jakarta, MS-Keberpihakan pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dipertanyakan publik. Pasalnya, alokasi anggaran negara untuk program kesejahteraan sosial tak lebih dari sisa-sisa anggaran dengan jumlahnya tak seberapa. Pemerintah dituding tak serius mengalokasikan
dana untuk program-program kesejahteraanmasyarakat. Hal ini bukan hanya berlaku di tingkat pusat, anggaran di tingkat daerah pun memiliki masalah yang sama.
Sekjen Komisi Anggaran Independen, Ahmad Waid memaparkan sekitar tujuh puluh persen anggaran APBN maupun APBD habis untuk belanja barang maupun modal yang tidak berkaitan langsung dengan akses kesejahteraan masyarakat. “Kebanyakan hanya untuk belanja pegawai, bayar utang. Program remunerasi itu memakan dana besar,” ungkapnya.
Waid mengatakan, KAI mengusulkan penghentian remunerasi hingga pemerintah bisa melaksanakan audit dan review kinerja pegawai negeri. Penyederhanaan kemen-terian dan lembaga, termasuk lembaga non-struktural harus dilakukan. Jika perlu, alokasi belanja pegawai di pusat dan daerah dibatasi hanya sebesar 40 persen sehingga belanja sosial bisa ditingkatkan.
Ditam bahkan Komisioner KAI, Zoem-rotin K Soe-silo, anggaran belanja untuk ke-sejahteraan sosial hanya sisa-sisa alias bersifat residual. Jumlahnya pun cenderung ber-kurang dari tahun ke tahun. “Jadi hanya sisa dari alokasi untuk belanja modal dan barang yang sangat besar dan selalu meningkat,” katanya.
Ditilik dari APBN 2011
,dana untuk kesejahte-raan sosial hanya sekitar Rp58 triliun, sangat kecil dibandingkan nilai Rp1.400 triliun alokasi belanja. Itupun harus dibagi dalam berbagai pos program sehingga ang-garan untuk masing-masing program semakin kecil.
Kondisi ini diperburuk dengan kualitas program kesejahteraan masyarakat yang buruk. Zoemrotin me-nilai, program-program yang dijalankan pemerintah tidak bertujuan mengentaskan kemiskinan dan mengang-kat kesejahteraan masya-rakat. Kebanyakan malah menciptakan ketergan-tungan masyarakat yang ti-dak produktif.
“Lihat saja program Ban-tuan Langsung Tunai yang bermasalah itu. Mustahil pe-merintah bisa atasi kemis-kinan dengan postur APBN seperti itu,” sergahnya.
Program remunerasi yang dijalankan pemerintah pusat untuk kementerian/lembaga negara memang mempengaruhi kenaikan belanja dalam APBN Peru-bahan (APBN-P) 2011. Seti-daknya, negara harus meng-anggarkan tambahan dana Rp2,1 triliun demi mendu-kung program yang disebut bagian penting dari reformasi birokrasi ini. Wakil Menteri Keuangan,Anny Rachma-waty, pertengahan Juli 2011 mengakui besaran belanja pemerintah pusat menga-lami kenaikan. Alokasi dana untuk remunerasi ini jadi salah satu penyebabnya.
“Kenaikan ini utamanya untuk persiapan tunjangan kerja reformasi birokrasi kementerian/lembaga yang akan disetujui Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Bi-rokrasi,” jelasnya. Dengan tambahan Rp2,1 triliun itu, anggaran untuk program remunerasi pada tahun 2011 ini menjadi RP 182,9 triliun. Dengan de-mikian, perkiraan total be-lanja negara di APBN-P juga mengalami kenaikan menjadi Rp 1.320,7 triliun. Meski demikian, Anny menegaskan jumlah pene-rimaan negara dalam APBN-P ini juga mengalami kenai-kan. Hingga akhir Juni 2011, realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp497 triliun. “Angka ini berarti sudah 45 persen dari target penerimaan total tahun 2011 tercapai,” pung-kasnya.MS