SE Kemenkum HAM Belenggu Kinerja Pers

Agus Sudibyo
Jakarta, MS-Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) menerbitkan surat edaran yang melarang wartawan masuk ke dalam area pen-jara untuk mewawancarai narapidana. Bagaimana tanggapan Dewan Pers? Dewan Pers akan mela-kukan konfirmasi ke Ke-menkum HAM lebih dulu.
“Jadi, kami belum mem-verifikasi pada pihak yang bersangkutan. Jadi, kami akan melakukan hal itu. Yang jelas Dewan Pers concern dan committed untuk me-nyelesaikan hal ini,” Ketua Komisi Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo kepada wartawan di Warung Daun, Cikini, Jakpus, belum lama ini.
Menurut Agus, Dewan Pers belum bisa menilai aturan Kemenkum HAM itu sebelum melakukan klari-fikasi.

“Dewan harus meme-riksa peraturan ini dan meminta klarifikasi Dirjen Lapas sebelum mengambil penilaian. Kalau ada pe-raturan dan ketertiban lapas, harusnya berlaku untuk semua orang, bukan hanya wartawan,” ujar dia.
 
Agus menceritakan ka-sus lain yang berpotensi menghalangi akses war-tawan ke badan publik.
“Di kecamatan Pulo-gadung juga ada peraturan seperti itu, kepala sekolah tidak perlu menemui wart-awan yang tidak mem-punyai identitas atau yang belum men-dapatkan izin dari kantor Dinas Pendidikan,” kata dia.
 
“Itu kan sebenarnya atu-rannya mirip. Itu akan kita selesaikan. Sebenarnya itu kan sama, menghalangi akses wartawan ke badan publik, ya bisa saja kori-dornya tidak boleh melang-gar UU Pers dan KIP,” sambung Agus.
 
Menurut dia, adanya atu-ran-aturan yang meng-halangi akses wartawan ke badan publik, seharusnya didiskusikan dulu dengan institusi-institusi pers, se-perti Dewan Pers, PWI, AJI, dan IJTI.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menjelaskan, keha-diran pers secara terus menerus bisa mengganggu aktivitas petugas di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). Tidak hanya itu, berbagai pemberitaan yang berhubungan dengan napi juga berpotensi mengganggu proses penyidikan kasus.
 
“Jadi ada saatnya war-tawan boleh masuk, tapi tidak bebas-bebasnya. Itu juga mengganggu orang di dalam kalau ada pers terus menerus,” kata Patrialis.
 
“Kalau ke sana kan bisa koordinasi, minta izin sama Dirjen PAS. Sehingga ka-wan-kawan yang bekerja di Lapas pun bisa merasa tenang,” tambahnya.
 
Politisi PAN ini menepis anggapan bahwa penutupan akses bagi wartawan untuk menghindari pemberitaan negatif dan kritik dari publik. Dia menegaskan, aturan yang sudah disosialisikan sejak tanggal 10 Mei 2011 ini untuk menjaga kenyamanan semua pihak.
 
“Nggak, justru untuk menjaga kenyamaan semua pihak. Termasuk kenyaman para pegawai yang bekerja. Semua tetap boleh, tapi atas izin saja,” tegasnya.
Larangan bagi wartawan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjenpas No PAS.-HM.01.02.16. Di dalamnya berisi tiga hal.
 
Pertama, setiap nara-pidana atau tahanan tidak diperkenankan untuk diwa-wancara baik langsung mau-pun tidak langsung, melalui media cetak mupun elek-tronik antara lain berupa wa-wancara, talkshow, teleconference, dan rekaman.
 
Kedua, setiap lapas atau rutan tidak diperbolehkan sebagai tempat peliputan dan pembuatan film, karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan merusak ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas atau Rutan.
Ketiga, peliputan untuk kepentingan pembinaan dan dokumentasi negara dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat izin dari Dirjenpas atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM. subarno

INDEKS BERITA