Salam sejahtera…!!!
Di bulan Ramadhan nanti saya berkeyakin para politikus kita lebih jago mendesain, meramu ado-nan partai dengan nuansa ramadhan.
Kepentingan politik praktis serba instan akan diaduk sedemikan rupa, dicocok-cocokkan se-dikit dipaksakan, dienak-enakkan dan dilezat-le-zatkan kayak warung ru-jak cingur.
Pembaca tentu tahu, rujak cingur itu terdiri dari berbagai unsur, mulai dari cingur atau mulut binatang sapi, lombok, petis dan sejumlah bumbu lalu ‘diuleg’ di cobek. Campur aduk nggak karuan!
Jadi, hingar-bingar kepentingan politik dengan kesucian ramadhan bakal dirujak cingurkan oleh para politisi. Praktiknya bisa beragam, ada safari ramadhan, buka bersama dan lain sebagainya. Di bulan Ramadhan nanti saya berkeyakin para politikus kita lebih jago mendesain, meramu ado-nan partai dengan nuansa ramadhan.
Kepentingan politik praktis serba instan akan diaduk sedemikan rupa, dicocok-cocokkan se-dikit dipaksakan, dienak-enakkan dan dilezat-le-zatkan kayak warung ru-jak cingur.
Pembaca tentu tahu, rujak cingur itu terdiri dari berbagai unsur, mulai dari cingur atau mulut binatang sapi, lombok, petis dan sejumlah bumbu lalu ‘diuleg’ di cobek. Campur aduk nggak karuan!
Keahlian politikus kita salah satunya adalah bak kuliner yang piawai meramu masakan, menyinkronkan antara kepentingan politik dengan ritual agama.
Mereka juga pandai menggabungkan antara halal dan haram. Antara remang-remangnya gratifikasi dengan uang sogokan, antara menyantuni rakyat dengan menikamnya dari belakang. Antara alih fungsi hutan dengan nyolong jutaan meter kubik kayu jati.
Orang dewan yang notabene orang Parpol juga lihai sekali memposisikan diri sekaligus mengaburkan arti antara mewakili dengan menjahili rakyat.
Akibatnya kini mata kita mulai tidak bisa mem-bedakan warna lampu traffic light di perempatan jalan, mana yang hijau, kuning dan yang warna merah. Mata hukum kita sudah katarak, siapa korban mana pelaku, siapa saksi dan yang mana tersangka.
Please! Tak ada yang melarang bicara politik di bulan ramadhan asalkan politik itu untuk kemaslahatan umat atau kesejahteraan dan kenikmatan rakyat banyak.
Yang kurang santun dalam budaya politik kita adalah ramadhan sering dan telah dijadikan joki untuk tunggangan atau kendaraan kebusukan politik itu sendiri.
Tuhan pun dicangking-cangking hanya untuk kepentingan busuk. Tuhan dan ramadhan disepelekan, posisinya dibangkucadangkan saja oleh badut-badut politik negeri ini.
Lantas bagaimana jika konteks kesucian ramadhan dijadikan ‘rujak cingur’ seperti itu? Tunggu saja, cepat atau lambat mereka bakal KUALAT...!!!
