Biaya Plesiran DPR Akhirnya Dibuka

Jakarta, MS-Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR akhirnya memenuhi ke-tentuan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Jumat (18/2), Ketua Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) yang dibentuk oleh Setjen DPR akhirnya
 memberikan data dan informasi sejumlah kegiatan studi banding DPR yang diminta oleh In-donesia Corruption Watch (ICW). “Setjen memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan ICW. Keterlambatan kami karena ada aturan yang harus dipenuhi,” ujar Ketua PPID Setjen DPR Helmizar di Gedung DPR.
Helmizar memang mengakui adanya keterlambatan penyam-paian informasi ini ke ma-syarakat. Hal ini terjadi karena pihak PPID Setjen DPR sedang membangun situs khusus KIP agar memudahkan masyarakat memperoleh informasi. Sebagai informasi, PPID merupakan divisi yang dibentuk oleh lembaga publik untuk melayani informasi publik yang diinginkan ma-syarakat berdasarkan UU KIP.
Wakil Ketua PPID Suratno menambahkan permintaan in-formasi mengenai kegiatan DPR, seperti Risalah Rapat, DIPA DPR, pengadaan barang dan jasa, bahkan absensi kehadiran ang-gota dewan sangat banyak. Apalagi, setelah Kantor Pe-layanan Informasi di DPR di-bentuk. Ia mengaku saat ini masih terhambat masalah Sum-ber Daya Manusia (SDM) untuk memenuhi pemberian informasi itu.
Peneliti ICW Abdullah Dah-lan menyambut baik langkah PPID Setjen DPR ini. “ICW mengapresiasi langkah PPID dalam hal permintaan informasi ini,” ujarnya. Ia berharap setiap lembaga publik bisa melak-sanakan UU KIP dengan mem-berikan informasi yang dibu-tuhkan masyarakat dengan cepat.
Abdullah juga berharap informasi terkait studi banding ini dapat diumumkan di situs resmi DPR sehingga memu-dahkan masyarakat untuk mengaksesnya. “Yang kita do-rong adalah semangat mem-bangun akuntabilitas publik. Tanpa diminta harusnya bisa langsung dipublikasikan,” je-lasnya. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ICW mengajukan permohonan pertanggung ja-waban keuangan dan laporan hasil perjalanan sejumlah ang-gota DPR keluar negeri, pada 23 November 2010. Permintaan ini terkait dengan seringnya ang-gota DPR ke luar negeri untuk berbagai kepentingan yang tidak perlu seperti studi banding untuk pembahasan RUU-.Menurut ICW, studi banding yang tidak perlu adalah bentuk kegiatan yang memboroskan anggaran negara.
Namun, informasi yang diminta sempat tidak dijawab DPR. Padahal, menurut UU KIP, permohonan tersebut harus dijawab oleh badan publik mak-simal 14 hari sejak diterima. Karena itu, pada 30 Desember 2010, ICW mengajukan surat keberatan pada Setjen DPR. Setelah dua pekan menunggu respon DPR, upaya ICW berbuah penolakan. Hal ini tertuang dalam surat jawaban Sekjen DPR Nining Indra Saleh. Dalam surat itu, Sekjen menolak memberi informasi karena informasi yang terkait aspek keuangan harus me-nunggu audit dari Badan Pe-meriksa Keuangan (BPK). Sedangkan terkait studi ban-ding ke luar negeri, Setjen menjawab harus menunggu laporan alat kelengkapan DPR.
Karena menuai respon ne-gatif, ICW membawa kasus ini ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Tujuannya, meminta KIP untuk melakukan mediasi untuk aju-dikasi, karena DPR memberikan respon negatif. Hingga akhirnya upaya ini berhasil dengan diserahkannya sejumlah in-formasi yang diinginkan ICW oleh PPID Setjen DPR. (fariji/fahmi)

INDEKS BERITA