Pidana Penipuan Untuk Haposan

Tim Jamwas mengantongi bukti yang menunjukkan Haposan mengetahui aliran dana Gayus kepada sejumlah pihak di Kejaksaan. Coret-coretan itu akan diinformasikan kepada Mabes Polri sebagai bukti tambahan. Haposan Hutagalung kembali harus menanggung tudingan
melakukan tindak pidana. Kali ini, ia dianggap telah melakukan tindak pidana penipuan dan pemerasan terhadap Gayus Tambunan. Dugaan ini dilayangkan karena Tim Jaksa Agung Muda Tindak Penga-wasan (Jamwas) menemukan bukti coretan tulisan tangan Haposan mengenai aliran dana Gayus yang ditujukan untuk sejumlah pihak di Kejaksaan.
Seperti diketahui, Gayus mengaku pernah dimintai uang oleh Haposan untuk diberikan kepada dua mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga dan Kamal Sofyan. Keduanya ma-sing-masing disebut menerima AS$500 ribu dan AS$50 ribu.
Jaksa Agung Basrief Arief langsung memerintahkan Jam-was untuk menelusuri kebe-naran pernyataan Gayus. Dan, Tim Jamwas sejak 10 Desember 2010 lalu bekerja untuk men-dapatkan sejumlah data dan keterangan dari pihak-pihak terkait, seperti Gayus, Haposan, Cirus Sinaga, dan Poltak Ma-nulang. Selain itu Tim juga meminta klarifikasi dari Ritonga dan Kamal.
Atas penelusuran tersebut, Tim yang diketuai Inspektur Tindak Pidana Khusus, Perdata, dan Tata Usaha Negara Abdul Taufiq menyimpulkan belum menemukan adanya bukti pem-berian uang kepada Cirus, Poltak, Kamal, dan Ritonga. Karena, semua pihak, termasuk Haposan menyangkal kete-rangan Gayus.
Haposan mengaku dirinya hanya menerima uang dari Gayus senilai Rp800 juta untuk honor pengacara dan Rp450 juta untuk operasional.
Namun begitu, menurut tim, terhadap Haposan dapat di-kenakan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) dan pe-merasan (Pasal 368 KUHP). Soalnya, Gayus menerangkan telah menyerahkan uang kepada Haposan sebesar AS$50 ribu di Kelapa Gading dan AS$35 ribu di Hotel Ambhara. Meski Ha-posan membantah adanya pe-nyerahan uang, Tim memiliki bukti coret-coretan Haposan yang tercecer dan dipungut oleh Gayus.
Dalam coretan yang ditulis di kertas bukti transaksi ATM BCA itu, Haposan mencatat rincian penggunaan uang yang dialo-kasikan untuk sejumlah pihak di Kejaksaan. “Disitu disebutkan Dir 150 ribu, itu dibaca 150 juta yang dikonfirmasi ke Gayus. Jampidum 200 ribu, jadinya 200 juta diartikannya. Ada tulisan lagi Hotel Ambhara, di situ ada tulisan Kjt 150 ribu, Waka 50 ribu, Pakpahan 15 ribu, dan Aspidum 100 ribu, dan kurir 2000,” ujar Abdul Taufiq.
Bukan hanya rincian peng-gunaan uang. Haposan juga memaraf catatan itu. Untuk memastikannya, Abdul Taufiq membandingkan paraf Haposan yang dituangkan di setiap lembar Berita Acara Permintaan Ke-terangan.
Lebih jauh Abdul Taufiq mengatakan Timnya akan me-neruskan bukti ini ke penyidik Mabes Polri. Tentunya, bukti tersebut akan diserahkan se-bagai bukti tambahan dalam perkara pemalsuan Rencana Tuntutan (Rentut) yang tersangkanya adalah Haposan dan Cirus. Dengan demikian, sampai saat ini, tim belum memiliki bukti adanya aliran dana Gayus kepada pihak-pihak di Kejaksaan. Namun, apabila di kemudian hari ditemukan adanya pemufakatan jahat atau kerja sama dengan salah satu atau sebagian nama dari pihak-pihak di Kejaksaan itu, “baru, dapat dikenakan tindak pidana ko-rupsi,” tuturnya.
Atas tudingan itu, pengacara Haposan, Hendrik Jehaman berkeberatan jika kliennya di-anggap melakukan penipuan dan pemerasan. Karena, Ha-posan sama sekali tidak pernah menerima uang di luar honor pengacara dan biaya opera-sionalnya. “Haposan kan merasa tidak pernah menerima duit. Kan itu persoalannya. Kalau se-karang ada pembuktian, per-buatan hukum mana yang dia merasa ditipu, perbuatan hukum mana yang dia merasa diperas.”
Kalau pemerasan, lanjutnya, “kan berarti ada ancaman ada pemaksaan sebagaimana Pasal 368 (KUHP), itu kan nggak ada. Kalau Pasal 378 (KUHP), itu apa yg diuntungkan, janji-janji apa yang diberikan kepada dia.”
Maka dari itu, Hendrik mem-bantah apabila kliennya dituding menipu dan memeras Gayus. Selain tidak terima kliennya dianggap melakukan tindak pidana, Pengacara Haposan ini juga berkeberatan dengan iden-tifikasi paraf Haposan yang dilakukan tanpa melalui uji laboratorium forensik. Karena, pada kenyataannya tim memang tidak melakukan uji laboratorium dan tidak meminta secara resmi paraf pembanding dari Haposan.
Menurutnya, saat dimintai keterangan oleh tim, Haposan tidak dimintai secara resmi paraf pembanding yang akan digu-nakan untuk pengujian di laboratorium. “Sehingga,  ba-gaimana bisa dibilang identik. Kalau bicara soal itu, iden-tifikasinya kan harus ada. Ha-rusnya sejak awal Haposan diminta tanda tangan. Ada berita acara pengambilan tanda ta-ngannya. Terus laporannya, itu ada kemiripan berapa kali lipat, atau bagaimana. Macam-macam itu. Tapi, kalau ini kan tidak. Dicocok-cocokan (para Hapo-san) tanpa sepengetahuan seperti itu, itu melanggar hak,” terangnya. Pengacara Haposan lainnya, Jhon SE Panggabean menya-rankan agar Ritonga dan Kamal melaporkan Gayus karena telah melakukan pencemaran nama baik. Selain itu, Jhon juga berharap agar pihak Kejaksaan Agung secara fair menyatakan bahwa sesuatu yang ditu-duhkan Gayus tidak berdasarkan  bukti, sehingga perkara tidak bisa ditindaklanjuti.

INDEKS BERITA