Mayoritas fraksi, kecuali Demokrat, menyatakan sikap: mendukung penetapan otomatis Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai gubernur DIY.
Namun sebuah pertanyaan masih menggan-tung. Raja Yogyakarta sendiri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mendukung opsi yang mana? Pertanyaan itu pula yang di-lontarkan mantan Wakil Pre-siden Jusuf Kalla pada Sabtu kemarin di Yogyakarta.Tiga tahun lampau, Sultan pernah lantang menyatakan memilih jalan demokrasi. Dia secara terbuka mengutarakan mendukung diadakannya pe-milihan gubernur di DIY. Pre-siden Susilo Bambang Yu-dhoyono mengingat dengan baik pernyataan-pernyataan Sultan Hamengkubuwono X tiga tahun silam itu. Saat itu, kata SBY, dalam dua kali kesempatan berbeda Sultan secara eksplisit menyatakan ketidaksediaannya menjadi gubernur untuk periode ketiga.
Menjelang berakhirnya masa jabatan Sultan sebagai Gubernur DIY periode 2003-2008, masih kata SBY, terjadi dinamika politik. Di tahun 2007 muncul perde-batan, bagaimana kelanjutan DIY setelah habis masa jabatan kedua Sultan sebagai gubernur. “Ada yang bilang lanjut dan ada yang bilang harus ada aturan baru,” kata SBY dalam siaran pers yang berlangsung di Kantor Presiden, 2 Desember 2010 lalu.
Tahun itu, saat Sultan be-rulang tahun ke-61 pada 7 April 2007, dalam orasi budaya di depan publik, SBY mengisahkan, Sultan menyatakan tak bersedia lagi menjadi gubernur setelah masa jabatannya selesai tahun 2008.
“Beberapa saat kemudian, 18 April 2007, Sultan kembali menjelaskan tidak ingin menjadi gubernur lagi.
Ini saya ikuti dengan sek-sama,” kata SBY.
Bukan hanya tak mengi-nginkan posisi gubernur lagi, Sultan juga mendesak agar pemilihan Gubernur DIY 2008-2013 dilakukan segera.
“Tidak perlu ada penundaan, sesuaikan saja dengan be-rakhirnya masa jabatan gubernur pada Oktober 2008,” kata Sultan di Kepatihan Yogyakarta, 8 Agustus 2007.
Bahkan, Sultan HB X ketika itu menyatakan jika memang pemilihan gubernur dianggap mendesak, maka pelaksanaan-nya bisa ditetapkan melalui Keputusan Presiden, tidak perlu menunggu Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY disahkan.
“Kalau menung-gu RUUK, belum jelas kapan akan disahkan, karena itu KPUD DIY hendaknya mulai me-lakukan persiapan untuk me-laksanakan pemilihan gubernur,” katanya saat itu.
Meski keinginan itu disam-paikan secara eksplisit dan disampaikan di depan publik, Presiden Yudhoyono yang mem-pertimbangkan situasi politik ketika itu mengambil inisiatif memperpanjang masa jabatan Sultan sebagai gubernur pada 2008-2011.
SBY tak menuruti keinginan Sultan saat itu agar segera digelar pemilihan kepala daerah.
“Alhamdullilah, Beliau ber-sedia diperpanjang selama tiga tahun. Dalam masa perpanjangan tiga tahun inilah kita ingin dengan jernih memikirkan dan meru-muskan UU yang tengah kita godok bersama, yang tepat dan bisa menjawab semuanya,” kata SBY.
Tentang keputusan perpan-jangan masa jabatannya itu, usai bertemu Presiden di Kantor Kepresidenan pada 7 Oktober 2008, Sultan menyatakan,
“Saya tidak keberatan atau memper-soalkan keputusan Presiden, baik melalui Keppres atau Perppu, asal tidak untuk lima tahun karena saya juga punya tanggung jawab lain.”
Namun, belakangan, Sultan menjelaskan bahwa pernyataan dia pada 7 April 2007 itu semata merupakan manuver terhadap Pemerintah Pusat.
Pada 3 Maret 2008, Sultan menjelaskan bahwa pernya-taannya tak bersedia lagi menjadi gubernur itu dika-renakan undang-undang me-ngatur se-seorang hanya boleh menjadi kepala daerah selama dua periode saja. Selain itu, tidak ada aturan hukum yang me-nyatakan secara eksplisit bahwa Gu-bernur DIY adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Bunyi Undang-undang 22/1999 maupun Undang-undang 32/2004 adalah keluarga Ke-raton Yogyakarta dan keluarga Pakualaman. Tidak ada yang menyebut Sultan Yogyakarta sebagai Gubernur DIY,” kata Sultan yang diangkat menjadi Gubernur sejak 1998 melalui Keputusan Presiden itu.
Supaya tidak melanggar konstitusi, kata Sultan, dia lebih baik menyatakan tidak bersedia. “Karena undang-undangnya tidak ada. Mana undang-un-dang yang menjamin saya bisa menjabat ketiga atau keempat kali?” kata dia seperti.
Pengamat politik dari Uni-versitas Gadjah Mada, AAGN Ari Dwipayana, menyatakan, Sultan sebenarnya mendukung sistem di mana gubernur DIY ditentukan melalui penetapan meski beberapa kali mengung-kapkan perlu ada pemilihan. Pernyataan 2007 itu, kata Ari, harus dibedakan dengan pernyataan tahun 2008. (tim)