| Nafidatul Himah |
Bojonegoro - Beberapa faktor, wanita mau dijadikan istri siri bagi laki-laki, diantaranya yaitu faktor ekonomi, serta faktor emosional sehingga posisi wanita sangat lemah. Hal itulah yang diungkapkan oleh Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Bojonegoro, Nafidatul Himah.
"Posisi perempuan sangat lemah ketika memutuskan menikah siri. Sebab, perempuan tidak mendapatkan pengakuan dari pihak keluarga laki-laki ketika menikah siri," katanya, Selasa (06/03/2012).
"Selain itu, anak dari hasil menikah siri juga sulit mendapatkan hak waris," tambahnya.
Sementara Ummu Hanik, Divisi Advokasi, Pusat Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan kasus perempuan yang menjadi korban akibat menikah siri cukup tinggi. Posisi perempuan begitu lemah di depan hukum ketika memutuskan menikah siri.
"Kasus perempuan yang menjadi korban akibat menikah siri cukup banyak," ungkapnya
Menurutnya, perempuan yang dinikahi siri oleh seorang laki-laki akan kesulitan menuntut hak-haknya di depan hukum jika hubungannya bermasalah. Begitu pula, anak hasil hubungan menikah siri juga posisinya lemah untuk mendapatkan hak-hak yang semestinya diberikan oleh ayahnya.
Meski, kata Umu Hanik, terakhir keputusan Mahkamah Konstitusi RI memberikan hak kepada anak dari hubungan menikah siri itu, proses untuk mendapatkan hak itu cukup sulit karena perlu ada tes DNA dari ayah biologisnya.
"Kalau ayah biologisnya itu mengelak dan tidak mengakui anak itu, maka posisi anak itu akan terpojok," ungkapnya.
Umu Hanik menambahkan, mata rantai praktik pernikahan siri itu perlu diputus. Sebab, lanjutnya, praktik itu lebih banyak merugikan posisi perempuan dan anak hasil hubungan nikah siri tersebut.
Seperti diketahui setiap tanggal 8 Maret, bakal diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Hingga saat ini, perempuan yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual masih cukup tinggi. Perempuan juga kerap masih diposisikan lemah dalam peran sosial.BJ/Tulus Adarrma
"Posisi perempuan sangat lemah ketika memutuskan menikah siri. Sebab, perempuan tidak mendapatkan pengakuan dari pihak keluarga laki-laki ketika menikah siri," katanya, Selasa (06/03/2012).
"Selain itu, anak dari hasil menikah siri juga sulit mendapatkan hak waris," tambahnya.
Sementara Ummu Hanik, Divisi Advokasi, Pusat Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan kasus perempuan yang menjadi korban akibat menikah siri cukup tinggi. Posisi perempuan begitu lemah di depan hukum ketika memutuskan menikah siri.
"Kasus perempuan yang menjadi korban akibat menikah siri cukup banyak," ungkapnya
Menurutnya, perempuan yang dinikahi siri oleh seorang laki-laki akan kesulitan menuntut hak-haknya di depan hukum jika hubungannya bermasalah. Begitu pula, anak hasil hubungan menikah siri juga posisinya lemah untuk mendapatkan hak-hak yang semestinya diberikan oleh ayahnya.
Meski, kata Umu Hanik, terakhir keputusan Mahkamah Konstitusi RI memberikan hak kepada anak dari hubungan menikah siri itu, proses untuk mendapatkan hak itu cukup sulit karena perlu ada tes DNA dari ayah biologisnya.
"Kalau ayah biologisnya itu mengelak dan tidak mengakui anak itu, maka posisi anak itu akan terpojok," ungkapnya.
Umu Hanik menambahkan, mata rantai praktik pernikahan siri itu perlu diputus. Sebab, lanjutnya, praktik itu lebih banyak merugikan posisi perempuan dan anak hasil hubungan nikah siri tersebut.
Seperti diketahui setiap tanggal 8 Maret, bakal diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Hingga saat ini, perempuan yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual masih cukup tinggi. Perempuan juga kerap masih diposisikan lemah dalam peran sosial.BJ/Tulus Adarrma